A. Sejarah Kedatangan Turki di Jerman
Jerman mengakui kekalahannya pada April 1945 atas
Perang Dunia II. Pengakuan tersebut dapat dikatakan sebagai hal yang sangat
memalukan karena pencetus Perang Dunia II adalah Jerman sendiri. Jerman tidak
mau terlalu terpuruk dalam situasi tersebut. Dan Jerman berusaha untuk
membangun kembali negaranya yang sempat runtuh. Dalam upaya pembangunan
tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar. Banyak hal menjadi kendala dalam
upaya pembangunan tersebut seperti kurangnya Sumber Daya Manusia akibat
banyaknya pria yang tewas di medan perang. Dalam waktu yang sangat cepat,
perekonomian Jerman berkembang dan banyak pengusaha yang mendirikan usaha di
tanah Jerman. Dalam konteks yang sama mereka membutuhkan pekerja kasar untuk
proses industrialisasi.
Oleh
sebab itu Jerman mendatangkan pekerja asing dari beberapa Negara. Berawal dari
penandatangan Turki pada perjanjian bilateral dengan Jerman (dan beberapa
Negara lain di Eropa) pada tahun 1963. Perjanjian tersebut melahirkan program
yang disebut guestworker atau
“pekerja tamu”. Mengapa disebut sebagai pekerja tamu? Karena menggunaka sistem
kontrak dan suatu saat Jerman akan memulangkan mereka ke negeri asal jika
kontrak telah habis.
Pemerintah Jerman meminta pekerja asing untuk
membantu proses jalannya industri karena kekurangan stok buruh dengan upah
murah. Meskipun para pekerja hanya memiliki kualitas skill yang masih rendah
atau bias disebut sebagai tenaga kerja kurang terampil. Sehingga pemerintah
Jerman memberlakukan sistem kerja temporal yang memiliki batas waktu kerja
tertentu. Ketika kontrak kerja telah habis maka akan diberlakukan rotasi kerja
dengan pekerja asing dari Negara yang berbeda. Namun upaya pemerintah tersebut
dinilai kurang efisien. Karena perekrutan tersebut akan membutuhkan biaya yang
tidak sedikit di saat ekonomi Jerman yang sedang berkembang. Para pengusaha
juga enggan memberi pelatihan lagi pada para pekerja baru.
Banyak
pekerja yang kembali ke negeri asal pasca kontrak habis namun tidak sedikit
pula yang memilih untuk tetap tinggal di Jerman karena ada factor pendukung
keinginan mereka seperti mudahnya perizinan bagi imigran yang ingin tetap
tinggal. Banyak sekali orang asing yang memilih untuk menetap di Jerman. Karena
Jerman memiliki perkembangan ekonomi yang sangat pesat saat itu. Keinginannya
yang sangat kuat untuk membangun kembali negaranya merupakan penyebab datangnya
imigran-imigran dari berbagai Negara yang mayoritas berstatus warga Negara
Turki.
B. Perkembangan Imigran Turki di
Jerman
Pada tahun 1966-1967,
Jerman mengalami krisis ekonomi sehingga
pemerintah Jerman
menghentikan perekrutan pekerja migran.[1]
Krisis tersebut mendorong banyak pekrja Turki memilih untuk kembali ke Negara
nya, namun tak sedikit pula yang tetap bertahan di Jerman selama krisis ekonomi
tersebut berlangsung.
Namun,
pada tahun 1968 – 2000 total penduduk Turki mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat hingga mencapai 3juta orang dengan catatan tidak semua menjadi pekerja.
Arus migrasi ini di dominasi oleh keluarga dari guestworker. Banyaknya keluarga
dari guestworker menjadi imigran salah satunya di dorong oleh instabilitas
ekonomi dan politik dalam negeri Turki. Bahkan undang-undang kewarganegaraan
tahun 2000 menjamin kewarganegaraan anak-anak pendatang yang bermukim secara
legal di negeri itu sedikitnya delapan tahun.[2] Jadi
mereka memiliki hak untuk mengajukan naturalisasi jika mereka memenuhi beberapa
syarat tertentu. Reformasi tersebut merupakan kabar baik bagi para imigran.
Karena undang-undang yang lama menganut sistem ius sanguinis yang berarati
mengakui kewarganegaraan seseorang dari kewarganegaraan orang tua kandungnya.[3]
Dan secara otomatis tidak mendapatkan kewarganegaraan meskipun mereka telah
tinggal bertahun-tahun di Jerman.
Setiap
tahunnya jumlah pendatang di Jerman semakin bertambah mengingat bahwa Jerman
termasuk Negara berdaya ekonomi paling kuat di dunia.[4]
Semakin banyaknya imigran yang datang ke Jerman belum bisa dikatakan memiliki
kesempatan yang sama dengan penduduk asli Jerman, demikian ujar Maria Bohmer,
perwakilan pemerintah Jerman urusan integrasi penduduk.[5] Menurut
laporan tersebut anak muda berlatar belakang keluarga asing mengalami putus
sekolah lebih banyak dari pada keluarga yang berlatar belakang Jerman. Dan jika
pengetahuan anak yang memiliki usia sama diantara keluarga tersebut maka
pengetahuan keluarga asing lebih rendah dari pada pemuda pribumi.
Imigran
dengan kualitas rendah akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan kualitas
pengetahuan yang rendah sehingga mereka dianggap pengangguran yang tidak
memiliki kualitas kerja. Ironisnya, rata-rata pemuda imigran yang putus sekolah
dan tidak memiliki ijazah semakin mempersulit mereka untuk terjun ke dalam
dunia kerja. Jadi, dari jumlah 3 juta penduduk Turki yang ada di Jerman tidak
semuanya memiliki pekerjaan, hanya 732.000 yang menjadi pekerja.
C. Dampak Imigran Turki di Jerman
Migrasi internasional dapat diartikan sebagai
perpindahan penduduk antar Negara. Jika seseorang berpindah ke Negara lain,
maka dia dianggap sebagai emigran bagi Negara asalnya tapi sebaliknya orang
tersebut dianggap sebagai imigran bagi Negara tujuannya. Proses imigrasi
tersebut memiliki beberapa pengaruh atau keuntungan yaitu meningkatkan
pemasukan bagi Negara tujuan melalui konsumsi, pembayaran atas pemakaian
fasilitas umum, dan pembayaran pajak di Negara tujuan.
Namun disisi lain adanya imigran ini sering kali
menimbulkan masalah. Bertambahnya pengangguran di sudut kota. Akibat dari
kondisi sosial imigran yang cenderung miskin dan kurang berpendidikan, diskriminasi
sering kali menghampiri mereka. Ditambah kurang terbukanya orang Turki terhadap
komunitas diluar mereka. Hal it menyebabkan kurangnya kemampuan berbahasa
Jerman. Maka tidak aneh jika sering kali komunitas Turki menjadi sasaran
perlakuan rasis.
D. Upaya Integrasi oleh Pemerintahan
Jerman
Adanya perbedaan kebudayaan dan latar belakang
antara imigran dan penduduk pribumi membuat mereka sedikit tidak akur.
Eksistensi peradaban Eropa sebagai peradaban terkemuka saat ini menumbuhkan
perasaan superior dalam diri mereka sehingga memandang orang lain Inferior.
Tidah hanya dari pihak pribumi saja, para imigran Turki juga yang cenderung
menutup diri dan berusaha untuk tidak menghilangkan identitas aslinya.
Isu-isu tersebut membuat Kanselir Jerman Angela
Merkel menggelar konferensi setiap tahunnya sejak 2006, setahun setelah dia
diangkat menjadi Kanselir di tahun 2005.[6]
Realisasi dari hasil konferensi puncak pertama, yaitu Rencana Integrasi
Nasional (2007) diperiksa secara teratur. Rencana itu mengandung tujuan konkretserta
lebih dari 400 tindakan yang akan dilakukan oleh pelaksana di lingkungan
pemerintah, ekonomi dan masyarakat. Antara lain dengan menciptakan jaringan
orang tua asuh yang mendukung anakdari keluarga imigran dalam pendidikan dan
pelatihan kerja. Lebih dari 500 perusahaan dan institusi publik dengan jumlah
pegawai lebih dari empat juta orang telah bergabung dengan Piagam Kebinekaan.
Mereka menganggap bahwa kebinekaan sebagai peluang antara lain mereka
mewajibkan diri untuk memberi kesempatan pendidikan kerja lebih baik kepada
remaja dengan latar belakang migrasi.
Pencegahan tindak kekerasan dan penanganan
masalah-masalah sosial yang kritis menjadi tema utama konferensi puncak
integrasi tahun 2010.[7]
Kala itu Kanselir Merkel juga menyinggung hal-hal yang belum sukses. : “Kami
ingin dalam masalh putus sekolah, di bidang pendidikan persiapan kerja dan di
banyak bidang lainnya menetapkan target yang kuantitatif”.
Pada konferensi integrasi ke-4 tahun 2010 banyak
contoh integrasi mengesankan baik dari bidang sekolah maupun dari bidang
perusahaan dan dia mengatakan bahwa integrasi ini membutuhkan keterbukaan dari
semua pihak.
Tema konferensi puncak integrasi ke-5 ini antara
lain dorongan penguasaan bahasa Jerman agar para imigran bisa mengerti dan
beradaptasi dengan penduduk pribumi.
Sebenarnya upaya pengintegrasian tersebut setelah
kejadian 9/11 semakin berkurang. Secara implisit memperlihatkan bahwa tragedi
9/11 berdampak pada kebijakan mutikulturalisme Jerman.[8]
Sebelum itu kebijakan terhadap imigran di Jerman relatif paling longgar
dibanding Negara-negara Eropa lainnya. Upaya integrasi dari pemerintah belum
sepenuhnya bisa merubah pola pikir penduduk Jerman.
[2]
Maria Hartiningsih, “Rumitnya Masalah Integrasi”, diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/2011/12/04/02452366/Rumitnya.Masalah.Integrasi,
pada tanggal 21 Februari 2013 pukul 19:56 WIB
[3] godam64,
“Daftar Negara Penganut Asas Kewarganegaraan Ius Soli dan Ius Sanguinis”, diakses
dari http://organisasi.org/daftar-negara-penganut-asas-kewarganegaraan-ius-soli-dan-ius-sanguinis,
pada tanggal 24 Februari pukul 00:56 WIB
[4]
“Fakta Mengenai Jerman”, diakses dari http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/inhaltsseiten-home/angka-dan-fakta/jerman-selayang-pandang.html?type=1
pada tanggal 17 februari 2013 pukul 19.00 WIB
[5] Monika
Dittrich/Anggatira Gollmer, “Jerman, Negara Tujuan Imigrasi?”, diakses dari http://www.dw.de/jerman-negara-tujuan-imigrasi/a-5788425-1
pada 18 Februari 2013 pukul 17:02 WIB
[7] Sabine
Ripperger/Dyan Kostermans, “ Integrasi Bukan Jalan Satu Jalur”, diakses dari http://www.dw.de/konferensi-puncak-integrasi-di-jerman/a-15705067
pada tanggal 18 Februari 2013 pukul 17:15 WIB
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)