Kamis, 16 Mei 2013

Imigran Turki di Jerman


A.    Sejarah Kedatangan Turki di Jerman
  
Jerman  mengakui kekalahannya pada April 1945 atas Perang Dunia II. Pengakuan tersebut dapat dikatakan sebagai hal yang sangat memalukan karena pencetus Perang Dunia II adalah Jerman sendiri. Jerman tidak mau terlalu terpuruk dalam situasi tersebut. Dan Jerman berusaha untuk membangun kembali negaranya yang sempat runtuh. Dalam upaya pembangunan tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar. Banyak hal menjadi kendala dalam upaya pembangunan tersebut seperti kurangnya Sumber Daya Manusia akibat banyaknya pria yang tewas di medan perang. Dalam waktu yang sangat cepat, perekonomian Jerman berkembang dan banyak pengusaha yang mendirikan usaha di tanah Jerman. Dalam konteks yang sama mereka membutuhkan pekerja kasar untuk proses industrialisasi.
Oleh sebab itu Jerman mendatangkan pekerja asing dari beberapa Negara. Berawal dari penandatangan Turki pada perjanjian bilateral dengan Jerman (dan beberapa Negara lain di Eropa) pada tahun 1963. Perjanjian tersebut melahirkan program yang disebut guestworker atau “pekerja tamu”. Mengapa disebut sebagai pekerja tamu? Karena menggunaka sistem kontrak dan suatu saat Jerman akan memulangkan mereka ke negeri asal jika kontrak telah habis.
 Pemerintah Jerman meminta pekerja asing untuk membantu proses jalannya industri karena kekurangan stok buruh dengan upah murah. Meskipun para pekerja hanya memiliki kualitas skill yang masih rendah atau bias disebut sebagai tenaga kerja kurang terampil. Sehingga pemerintah Jerman memberlakukan sistem kerja temporal yang memiliki batas waktu kerja tertentu. Ketika kontrak kerja telah habis maka akan diberlakukan rotasi kerja dengan pekerja asing dari Negara yang berbeda. Namun upaya pemerintah tersebut dinilai kurang efisien. Karena perekrutan tersebut akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit di saat ekonomi Jerman yang sedang berkembang. Para pengusaha juga enggan memberi pelatihan lagi pada para pekerja baru.  
Banyak pekerja yang kembali ke negeri asal pasca kontrak habis namun tidak sedikit pula yang memilih untuk tetap tinggal di Jerman karena ada factor pendukung keinginan mereka seperti mudahnya perizinan bagi imigran yang ingin tetap tinggal. Banyak sekali orang asing yang memilih untuk menetap di Jerman. Karena Jerman memiliki perkembangan ekonomi yang sangat pesat saat itu. Keinginannya yang sangat kuat untuk membangun kembali negaranya merupakan penyebab datangnya imigran-imigran dari berbagai Negara yang mayoritas berstatus warga Negara Turki.

B.     Perkembangan Imigran Turki di Jerman
Pada tahun 1966-1967, Jerman mengalami krisis ekonomi sehingga
pemerintah Jerman menghentikan perekrutan pekerja migran.[1] Krisis tersebut mendorong banyak pekrja Turki memilih untuk kembali ke Negara nya, namun tak sedikit pula yang tetap bertahan di Jerman selama krisis ekonomi tersebut berlangsung.
Namun, pada tahun 1968 – 2000 total penduduk Turki mengalami pertumbuhan yang sangat pesat hingga mencapai 3juta orang dengan catatan tidak semua menjadi pekerja. Arus migrasi ini di dominasi oleh keluarga dari guestworker. Banyaknya keluarga dari guestworker menjadi imigran salah satunya di dorong oleh instabilitas ekonomi dan politik dalam negeri Turki. Bahkan undang-undang kewarganegaraan tahun 2000 menjamin kewarganegaraan anak-anak pendatang yang bermukim secara legal di negeri itu sedikitnya delapan tahun.[2] Jadi mereka memiliki hak untuk mengajukan naturalisasi jika mereka memenuhi beberapa syarat tertentu. Reformasi tersebut merupakan kabar baik bagi para imigran. Karena undang-undang yang lama menganut sistem ius sanguinis yang berarati mengakui kewarganegaraan seseorang dari kewarganegaraan orang tua kandungnya.[3] Dan secara otomatis tidak mendapatkan kewarganegaraan meskipun mereka telah tinggal bertahun-tahun di Jerman.
Setiap tahunnya jumlah pendatang di Jerman semakin bertambah mengingat bahwa Jerman termasuk Negara berdaya ekonomi paling kuat di dunia.[4] Semakin banyaknya imigran yang datang ke Jerman belum bisa dikatakan memiliki kesempatan yang sama dengan penduduk asli Jerman, demikian ujar Maria Bohmer, perwakilan pemerintah Jerman urusan integrasi penduduk.[5] Menurut laporan tersebut anak muda berlatar belakang keluarga asing mengalami putus sekolah lebih banyak dari pada keluarga yang berlatar belakang Jerman. Dan jika pengetahuan anak yang memiliki usia sama diantara keluarga tersebut maka pengetahuan keluarga asing lebih rendah dari pada pemuda pribumi.
Imigran dengan kualitas rendah akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan kualitas pengetahuan yang rendah sehingga mereka dianggap pengangguran yang tidak memiliki kualitas kerja. Ironisnya, rata-rata pemuda imigran yang putus sekolah dan tidak memiliki ijazah semakin mempersulit mereka untuk terjun ke dalam dunia kerja. Jadi, dari jumlah 3 juta penduduk Turki yang ada di Jerman tidak semuanya memiliki pekerjaan, hanya 732.000 yang menjadi pekerja.

C.    Dampak Imigran Turki di Jerman
Migrasi internasional dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk antar Negara. Jika seseorang berpindah ke Negara lain, maka dia dianggap sebagai emigran bagi Negara asalnya tapi sebaliknya orang tersebut dianggap sebagai imigran bagi Negara tujuannya. Proses imigrasi tersebut memiliki beberapa pengaruh atau keuntungan yaitu meningkatkan pemasukan bagi Negara tujuan melalui konsumsi, pembayaran atas pemakaian fasilitas umum, dan pembayaran pajak di Negara tujuan.
Namun disisi lain adanya imigran ini sering kali menimbulkan masalah. Bertambahnya pengangguran di sudut kota. Akibat dari kondisi sosial imigran yang cenderung miskin dan kurang berpendidikan, diskriminasi sering kali menghampiri mereka. Ditambah kurang terbukanya orang Turki terhadap komunitas diluar mereka. Hal it menyebabkan kurangnya kemampuan berbahasa Jerman. Maka tidak aneh jika sering kali komunitas Turki menjadi sasaran perlakuan rasis.

D.    Upaya Integrasi oleh Pemerintahan Jerman
Adanya perbedaan kebudayaan dan latar belakang antara imigran dan penduduk pribumi membuat mereka sedikit tidak akur. Eksistensi peradaban Eropa sebagai peradaban terkemuka saat ini menumbuhkan perasaan superior dalam diri mereka sehingga memandang orang lain Inferior. Tidah hanya dari pihak pribumi saja, para imigran Turki juga yang cenderung menutup diri dan berusaha untuk tidak menghilangkan identitas aslinya.
Isu-isu tersebut membuat Kanselir Jerman Angela Merkel menggelar konferensi setiap tahunnya sejak 2006, setahun setelah dia diangkat menjadi Kanselir di tahun 2005.[6] Realisasi dari hasil konferensi puncak pertama, yaitu Rencana Integrasi Nasional (2007) diperiksa secara teratur. Rencana itu mengandung tujuan konkretserta lebih dari 400 tindakan yang akan dilakukan oleh pelaksana di lingkungan pemerintah, ekonomi dan masyarakat. Antara lain dengan menciptakan jaringan orang tua asuh yang mendukung anakdari keluarga imigran dalam pendidikan dan pelatihan kerja. Lebih dari 500 perusahaan dan institusi publik dengan jumlah pegawai lebih dari empat juta orang telah bergabung dengan Piagam Kebinekaan. Mereka menganggap bahwa kebinekaan sebagai peluang antara lain mereka mewajibkan diri untuk memberi kesempatan pendidikan kerja lebih baik kepada remaja dengan latar belakang migrasi.
Pencegahan tindak kekerasan dan penanganan masalah-masalah sosial yang kritis menjadi tema utama konferensi puncak integrasi tahun 2010.[7] Kala itu Kanselir Merkel juga menyinggung hal-hal yang belum sukses. : “Kami ingin dalam masalh putus sekolah, di bidang pendidikan persiapan kerja dan di banyak bidang lainnya menetapkan target yang kuantitatif”.
Pada konferensi integrasi ke-4 tahun 2010 banyak contoh integrasi mengesankan baik dari bidang sekolah maupun dari bidang perusahaan dan dia mengatakan bahwa integrasi ini membutuhkan keterbukaan dari semua pihak.
Tema konferensi puncak integrasi ke-5 ini antara lain dorongan penguasaan bahasa Jerman agar para imigran bisa mengerti dan beradaptasi dengan penduduk pribumi.
Sebenarnya upaya pengintegrasian tersebut setelah kejadian 9/11 semakin berkurang. Secara implisit memperlihatkan bahwa tragedi 9/11 berdampak pada kebijakan mutikulturalisme Jerman.[8] Sebelum itu kebijakan terhadap imigran di Jerman relatif paling longgar dibanding Negara-negara Eropa lainnya. Upaya integrasi dari pemerintah belum sepenuhnya bisa merubah pola pikir penduduk Jerman.
















[2] Maria Hartiningsih, “Rumitnya Masalah Integrasi”, diakses dari http://internasional.kompas.com/read/2011/12/04/02452366/Rumitnya.Masalah.Integrasi, pada tanggal 21 Februari 2013 pukul 19:56 WIB
[3] godam64, “Daftar Negara Penganut Asas Kewarganegaraan Ius Soli dan Ius Sanguinis”, diakses dari http://organisasi.org/daftar-negara-penganut-asas-kewarganegaraan-ius-soli-dan-ius-sanguinis, pada tanggal 24 Februari pukul 00:56 WIB
[4] “Fakta Mengenai Jerman”, diakses dari http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/inhaltsseiten-home/angka-dan-fakta/jerman-selayang-pandang.html?type=1 pada tanggal 17 februari 2013 pukul 19.00 WIB
[5] Monika Dittrich/Anggatira Gollmer, “Jerman, Negara Tujuan Imigrasi?”, diakses dari http://www.dw.de/jerman-negara-tujuan-imigrasi/a-5788425-1 pada 18 Februari 2013 pukul 17:02 WIB
[7] Sabine Ripperger/Dyan Kostermans, “ Integrasi Bukan Jalan Satu Jalur”, diakses dari http://www.dw.de/konferensi-puncak-integrasi-di-jerman/a-15705067 pada tanggal 18 Februari 2013 pukul 17:15 WIB

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus